Ketika Hedonisme Memutar Harta


 Hedonisme adalah musuh pebuyutan dari yang namanya minimalis atau bahasa lokalnya adalah hidup sederhana. Perilaku hedonisme itu identik dengan yang namanya hasrat untuk menggunakan barang hypebeast atau barang keren. Saya sempat sangat memusuhi dengan perilaku ini karena tidak sesuai dengan kempuan dompet saya sehingga saya putuskan untuk melihat sesuatu hal yang berbeda.

    Mengenang rasa cemburu yang bodoh ini membuat saya ingin tertawa sebab saya masih ingat betapa yang namanya hati ini merasa begitu rendah dan jengkel melihat barang hypebeast itu. Kebodohan itu dimulai dari melihat sebuah gawai bekas yang bermerk apel malang yang digigit padahal spefikasinya itu sudah kaduluarsa 10 tahun dan kalah dengan gawai terbaru merk tiongkok yang murah meriah.

    Pernah saya merasa jengkel ketika kelas 11 melihat teman saya yang menyoret-nyoret sepatu kain yang pernah menjadi sepatu atlet NBA di era 90an. Bayangkan saja, belum genap tiga bulan ia beli sepatu baru tersebut tapi sudah dicoret-coret dengan spidol warna bahkan beberapa hari kemudian warnanya sudah luntur jadi gak jelas.

    Rasanya ingin sekali mengakat dua jari tengah saya pada para Hedonisme tapi pada akhirnya saya mengakat dua jari tersebut pada masa lalu saya yang begitu bodoh.

    Pada masa itu saya masih ingat sekali dengan teman-teman saya yang sering sekali menonton konten video yang memamerkan kakayaan mereka pada orang lain. Cari ini bisa kalian pakai jika ingin mencapai popuralitas di sosial media. Sebuah tanda tanya di kepala saya adalah “Ngapain sih pamer barang-barang gitu ?”

    Hingga saya sadar dengan seorang yang jika disebut teman bukan dan disebut musuh juga bukan karena saya dan dia itu ibarat air dengan minyak yang tidak akan pernah yang namanya akur. Dia punya prinsip yaitu “ Lebih baik saya beli barang daripada makanan sebab itu investasi.”

    Saya aku dia adalah orang yang sangat hemat sekali dengan pengeluaran. Dia selalu membawa bekal di sekolah dan kalau urusan makanan gratis dia tidak pernah tanggung-tanggung untuk hal tersebut.

    Ketika berkumpul dengan teman-teman yang lain di pernah bercerita ketika berkumpul dengan yang lain. Dia pernah bercerita berhasil menjual pakain merk A yang harganya cukup fantastis kepada kakak kelas dengan keuntungan sekitar 20%. Saya cukup terkesan akan hal tersebut dan banyak cerita lain dari investasi bajunya tersebut.

    Awalnya cemburu akan hal tersebut tapi setelah beberapa waktu saya sadar akan sesuatu. Ketika seorang berhasil membuat sebuah konten pamer pada orang lain maka secara tidak langgsung mendapat pendapatan dari hal tersebut. Sudah untung bisa balik modal waktu beli barang belum pendapat sponsor endorsment dimana orang tersebut bisa menikmati barang mewah secara cuma-cuman dan masih dibayar lagi.

    Hasrat dari seorang hedon itu akan terus ada selama ada barang hypebeast terbaru dan mereka juga punya kemungkinan merasa bosan dengan barang yang dimiliki. Namun, ketika konsep beli dan jual maka uang yang mereka gunakan itu bukan uang konsumtif tapi adalah uang produktif. Kebanyakan barang hypebeast ini adalah limited edition yang cuman di produksi beberapa. Apabila pihak produksi bisa menjaga eksetensinya maka cukup soal waktu barang ini punya nilai tambah.

    Apakah hal ini saja ? Tentu tidak, saya pernah berkumpul dengan golongan tersebut dan beberapa dari mereka itu dapat membeli barang tersebut dari kerja keras mereka, Orang-orang seperti ini sangat keren karena mereka berhasil membeli mahal tersebut dengan usaha mereka sendiri. Koneksi dengan orang-orang seperti tidak boleh diremehkan sebab mereka punya nilai lebih yang mungkin akan saya ceritakan di lain kesempatan.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi kertas Kehidupan

Filosofi Mentalitas Sepeda Habibie

Tiga Jenis Filosofi Tanda Tanya