Cerita Budi si Anak Broken Home Dimana Ada Cinta Dibalik Benci

    


    Saat berbicara benci dari cinta mungkin orang akan membayangkan sebuah kisah dari seorang pria dan gadis yang saling menjahili satu sama lain. Si pria yang sering sekali berbeda pendapat dan bertengkar dengan seorang gadis. Akan tetapi, seiring waktu tumbuh benih-benih cinta seperti sebuah drama yang tampil di banyak film dengan judul yang berbeda.

    Pada kesempatan kali ini saya ingin bercerita seorang anak laki-laki bernama Budi. Seorang remaja nakal dan banyak akal sedang dalam dilema mencari krisis jati diri. Dia benci untuk pulang ke rumah karena yang ada hanya sebuah pertengkaran panjang tanpa henti antara ayah dan ibunya. Ayahnya pernah ketahuan menggoda gadis lain di waktu dulu dan ibunya sangat ingat betul hal itu terjadi sebelum mereka menikah.

    Hal itu menjadi salah satu senjata pamukas oleh sang ibu untuk menyerang sang ayah ditambah kesalahan-kesalahan masa lalu yang masih teringat begitu detail oleh sang ibu. Awalnya sang ayah masih memiliki mental baja untuk mendengar hal tersebut tapi mendengar hal itu terus menerus setiap harinya membuat dia muak akan hal tersebut. Awalnya hanyalah sebuah pertengkaran antar mulut tapi lama-kelamaan suara benda pecah mulai terdengar.

“ Bla...Bla...Bla,,,,”

    Begitu suara pertengkaran yang berusaha Budi hindari dengan bersembunyi dengan kedua tangannya. Pernah ia mencoba memerai tapi hal itu terkesan sia-sia karena dia dianggap tidak. Ia ingin lari dari kenyataan yang menimpanya ini karena hatinya terasa sakit seperti ada yang menusuk di dada kirinya.

    Ia ingin pergi bersama teman-teman yang berengsek juga tapi ia ingat bahwa tidak punya kehidupan sosial, ia ingin pergi merasakan kebebasan berpikir lewat alkohol tapi uang sakunya tidak cukup. Hingga sebuah cara terakhir yang ingin ia lakukan, sebuah cara untuk menyelesaikan semua permasalahannya. Cara tersebut adalah mengakhiri hidupnya.

    Sebelum mengakhiri hidupnya tanpa ada penyesalahan. Ia putuskan untuk menuangkan air panas untuk mengaduk secangkir kopi. Kemudian, Ia memetik api sambil menyalakan sebuah batang rokok. Duduk santai sambil menikmati pertandingan antara kedua orang tuanya yang sedang bertengkar.

    Kedua orangtuanya saling adu mulut semakin sadis hingga nama hewan tidak bersalah juga ikut terseret. Dalam suasana tersebut, Budi melihat mereka sambil tersenyum dan tertawa kecil walaupun ada hati kecil yang menangis melihat tersebut. Ketika ayah dan ibunya sadar akan kelakuan anaknya, mereka langsung menghampiri Budi.

“Ayah, tidak pernah ngajarin kamu kerjaan yang tak benar !” ungkap Ayah dengan nada tinggi.

Santai, Budi lagi stres !!!” ungkap Budi dengan sambil terus merokok.

“Kamukan ada internet kok gak di kamar aja !” Ungkap Ibu dengan bawel

“Kemarin, internetnya di banting ayah ! jadinya Budi tak bisa main internet.”

“Makanya ayah kalau marah-marah gak usah banting barang !” Ungkap Ibu dengan bawel kepada ayah.

“Main sama si Tom sana peliharaan ibu !” Ungkap ayah mencoba kabur dari kesalahannya.

“Si Tom sudah kabur dari rumah karena gak dikasih makan ibu ! sudah lanjutkan  tengkarnya !” Ungkap Budi yang kesal karena harus menjawab banyak pertanyaan.

“Kurang ajar kamu ! berani adu orangtua !” Ungkap ayah yang marah kepada Budi

“Kamu kalau jadi anak durhaka, awas anakmu nanti jadi anak durhaka !” Susul ibu yang juga marah kepada Budi.

“Kalau saya sekarang anak durhaka berarti ayah mama dulu juga anak .....” Putus tidak melanjutkan kata-katanya.

    Hal itu menjadi malam yang canggung, pertengkaran mereka berhenti karena mereka kehabisan kata-kata untuk berdebat dengan si Budi. Hari-hari berikutnya masih ada pertengkaran tapi setiap ada pertengkaran Budi akan hadir dengan cara diluar dugaan. Kedua orangtuanyapun khawatir dengan kesehatan mental Budi sehingga membuat mereka harus berdamai atau tidak Budi akan menjadi orang dalam gangguan jiwa.

    Ini adalah kisah Budi seorang anak korban broken home yang secara kebetulan berhasil menyatukan kedua orangtua dengan melawan balik orangtuanya. Walaupun orangtuanya membenci pada apa yang dilakukan Budi tapi mereka terdiam melihat respon Budi yang diluar akal sehat. Cerita ini bukan untuk ditiru karena risikonya terlalu berbahaya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi kertas Kehidupan

Filosofi Mentalitas Sepeda Habibie

Tiga Jenis Filosofi Tanda Tanya