Dilema Menginjak Usia Dewasa

    Saat menjadi seorang mahasiswa yang merantau, saya mempunyai sebuah dilema tentang gaya hidup dari seorang mahasiswa. Ada banyak hal hal yang ingin diraih. Mulai dari wisata kuliner yang memanjakan lidah, datang ke tempat wisata sambil menghirup udara segar bersama dengan kebebasan di usia muda. Akan tetapi, salah satu dilema adalah keterbatasan dana atau uang apalagi saya berasal dari keluarga yang terbilang cukup untuk biaya hidup tapi tidak dengan gaya hidup yang cukup boros.

    Dilema itu akan bertambah dari kata-kata motivasi dari orang-orang sukses yang menunda kesenangan mereka di usia tersebut dan berfokus untuk mengejar kesuksesan ditambah dengan nasihat-nasihat orang tua dan yang lebih berpengalaman. Sebagai seorang yang muda, saya sangat tidak sekali untuk mendengar ceramah  yang panjang lebar dan berprinsip biarkan takdir yang menentukan.

    Siapa sih yang tidak iri apabila kita melihat teman-teman yang seusia kita punya masa muda yang menyenangkan. Mulai dari liburan setiap akhir pekan dengan pergi pantai, kencan di malam minggu bersama lawan jenis, dan sibuk aktivitas organisasi yang sengat produktif. Saya adalah seorang mahasiswa yang tidak punya kehidupan dan tentu jiwa muda saya  sangat meronta-ronta akan rasa cemburu ketika melihat sosial media mereka.

    Rasa cemburu itu juga datang sebuah rasa takut yang menghantui setiap saat dan biasanya datang sebelum tidur sehingga tumbuh rasa penyesalan akan hari ini. Rasa takut akan masa depan yang tidak pasti beserta dengan takut akan menjadi seorang anak yang gagal mengabdi kepada orang tuanya. Hal paling menakutkan yang paling konyol adalah rasa jomblo dan merasa tidak layak untuk mempunyai seorang kekasih.

“Usia muda ini begitu menakutkan dari pada apa yang aku bayangkan !”

    Hal inilah yang membuat saya ingin meraih sesuatu yang cepat dan instan karena rasa ke tidak pastian itu sangat menyeramkan. Hal itu seperti kita berjalan di sebuah hutan yang luas tanpa arah yang jelas dan banyak hewan buas yang bisa mengancam. Hingga saya lelah berjalan dan memutuskan melihat diri sendiri dari pantulan sebuah sungai yang mengalir dan bertanya-tanya. 

“Siapa aku sebenarnya ini?”

”Apa yang sebenarnya aku mau ?”

“Apa tujuanku sebenarnya ?”

    Saat aku melihat Matahari di langit, saya sadar dimana barat dan timur,  saya sadar ada jalan untuk ke suatu tempat hanya saja saya belum pernah melewatinya. Saat saya lihat sekitar ada banyak tumbuhan unik dan serangga unik, saya sadar ada hal menarik disekitar saya tapi hanya saya saja tidak peka pada apa yang ada di sekitar. Saat saya putuskan untuk berjalan, saya sadar kaki saya telah luka dan kelelahan. Sejak saat itu, saya sadar pertanyaan itu tenggelam secara perlahan-lahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi kertas Kehidupan

Filosofi Mentalitas Sepeda Habibie

Tiga Jenis Filosofi Tanda Tanya