Webnovel / Light Novel Si Kilat Biru Chapter 4 : Segerombolan Anjing

 Kata-kata tersebut menjadi hal terakhir yang diucapkan oleh Drio sebelum pergi dari rumahnya. Drio membalikkan badannya dan pergi keluar, dia sebenarnya ingin untuk memeluk ibunya yang telah begitu peduli dan menerima apa adanya namun rasa amarah telah menyelimuti Drio sehingga ia sudah muak dengan segalanya.

         Drio keluar rumah, ia berjalan menjauhi rumah sederhana tersebut sambil menengok ke belakang. Dalam hati kecilnya, ia berharap ibunya memanggilnya untuk kembali, sama seperti waktu kecil dimana ia main terlalu lama. Ingatan itu datang seketika, Drio pun masih dengan jelas mengingat ingatan itu.

“ Drio cepat pulang ! Ada ikan bakar kesukaanmu !” Teriak Ibu Drio yang memanggilnya beberapa tahun yang lalu.

         Akan tetapi hari ini tidak terjadi, semakin jauh Drio untuk melangkah semakin ia sadar bahwa hal itu tidak akan terjadi. Entah kenapa ia merasakan rasa sakit di dada atas kirinya. Rasa sakitnya begitu menusuk dan rasanya jauh lebih menyakitkan dari rasa perih atau nyeri dari badannya yang terluka.

“ Apakah aku harus kembali ?” Tanya hati kecil Drio yang mengalami dilema antara penyesalan meninggalkan ibu dan adiknya tetapi ada rasa egois saat mengingat ucapan ayahnya yang begitu keji.

         Semakin jauh ia melangkah, semakin jauh ia kembali ke masa lalu. Dimana ia mengingat semua kenangan yang ia miliki. Ia mengingat indahnya makan malam walaupun sangat sulit untuk makan di pada pagi hari. Ia mengingat sebuah buku bekas tentang ratu bijaksana yang dibawa oleh ayahnya ketika pulang kerja di larut malam.

“ Itu bukanlah dia ! ” Ungkap hati Drio memperkuat keyakinan yang selama ini ia miliki.

         Drio memutuskan memutar badannya ke belakang. Ia mencoba untuk menurunkan rasa egonya dan kembali ke tempat dimana hanya tempat itu keluarga yang ia miliki. Ia berlari dengan rasa nyeri dari kakinya yang belum pulih sepenuhnya. Ia sadar bahwa tidak ada tempat terbaik untuk kembali saat seluruh orang di sana  begitu membencinya.

Saat di jalan kembali, Ia melihat segerombolan orang-orang berjalan ke arah rumah Drio. Ia masih dengan jelas mengingat tatapan itu, tatapan kebencian yang sama dari orang-orang yang menghajarnya di sore tadi. Ekspresi mereka penuh dengan amarah dan hasrat untuk membunuh, seolah-olah rasa kebencian yang menumpuk selama ini akan mereka lampiaskan kepada Keluarga Drio yang tidak bersalah.

“ Bunuh si Hitam itu !”

“ Bakar pembawa petaka !”

“ Dia adalah aib bagi kita semua !”

         Itu adalah sorakan-sorakan yang mereka teriak kan, Ujaran kebencian dan memprovokasi orang-orang yang ada di sana. Drio yang melihat hal itu dari kejauhan, perlahan-lahan mundur sehingga membuat ia tersandung dan jatuh. Ia berusaha berlari menjauh dari kerumunan orang-orang tersebut.

“ Tolong !!! tolong !!! Teriak Drio mencari pertolongan sambil berlari walaupun ia tahu bahwa tidak akan ada orang yang membantu.

         Drio terus berlari tanpa arah dan berharap menemukan sebuah keajaiban di malam tersebut. Ia berlari hingga tiba di sebuah tempat gelap dan sepi, disana hanya ada rumah-rumah hancur dan tumpukan dari rongsokan yang tidak berguna. Seketika itu, Drio menyadari bahwa ada hal lain yang mengamatinya selama ini.

“ Ugh... Ugh.... Ugh..” Terdengar suara anjing menggeram.

         Drio melihat sekelilingnya dan menyadari banyak anjing yang datang dari bayang-bayang hitam mendekati dirinya. Anjing-anjing memiliki ras yang beragam dan mereka mempunyai badan yang besar. Mereka melangkah mendekati Drio sambil menatap tajam penuh dengan hasrat memburu. Anjing-anjing itu meneteskan banyak air liur dari mulutnya serta menunjukkan gigi taring tajam yang mereka miliki.

         Segerombolan anjing itu datang dari dalam rongsokan dan ada yang berdiri di atas rumah kosong di sana. Mereka semua dalam mode siap siaga sambil mengepung Drio dari berbagai arah. Drio merasakan sensasi rasa takut dimana tubuhnya merinding melihat mata ganas dan liar yang akan memburunya dengan mudah. Ia tidak mampu berpikir apapun dan badannya menjadi kaku pada saat itu.

“ Ough ... “ Menggonggong seekor anjing berdiri di tempat paling tinggi menandakan perburuan telah dimulai.

         Seekor anjing melompat ke arah Drio sambil membuka mulut mereka. Insting Drio menolak untuk diburu yang dengan mudah sehingga ia dapat menghindarinya dengan cepat. Melihat itu, anjing lain datang mendekat dan melompat ke Drio secara bergantian tetapi ia mampu untuk menghindari terkaman mereka.

         Insting Drio yang menyadari bahwa ada lebih banyak anjing yang datang, membuat ia mencoba untuk lari dari segerombolan tersebut. Drio melihat hanya ada satu jalan untuk keluar dari sana tetapi jalan itu penuh dengan anjing- anjing. Ia berlari sekuat tenaga dan melompati anjing-anjing tersebut.

         Kemudian, Drio berlari dalam jalan-jalan sempit mencoba untuk kabur dari segerombolan anjing tersebut. Anjing-anjing itu mengejar Drio dengan gesit, mereka mampu mengejar Drio dari atas bangunan ataupun dari celah-celah sempit yang tidak bisa dilewati oleh manusia. Jika Drio harus berlari sambil menyenggol barang di depannya, anjing-anjing itu dapat melompati rintangan tersebut dengan lincah.

“ Ough ... Ough ... Ough ....” Menggonggong anjing yang ada di depan Drio.

         Drio yang melihat seekor anjing di persimpangan jalan depannya secara refleks berbelok ke arah yang berbeda. Beberapa anjing mencoba melompat untuk menerkam Drio sambil berlari dari belakang tetapi usaha mereka sia-sia karena Drio mampu untuk menghindari serangan kejutan mereka. Drio merasa aneh karena di setiap persimpangan jalan selalu ada anjing yang menggonggong dan memaksanya untuk tidak melewati jalan tersebut.

         Drio menyadari sesuatu ketika langkahnya terhenti dan melihat sebuah tembok laut yang ada di depannya. Ia mencoba kembali tetapi segerombolan anjing itu telah tiba dan menutupi jalan kembali. Ia merasakan frustrasi karena ia telah terjebak oleh segerombolan anjing tersebut. Anjing-anjing itu datang mendekat secara perlahan-lahan dan memberikan tekanan kepada Drio.

         Drio menoleh ke belakang dan melihat sebuah bangunan kecil dengan sebuah pintu. Secara refleks ia langsung masuk ke tempat tersebut dan menutup pintu. Anjing-anjing yang melihat itu langsung melompat dan berusaha mendobrak pintu tersebut. Bangunan itu hanyalah sebuah gudang kecil yang terbuat kayu tua.

         Di dalam ruangan sempit itu, Drio duduk sambil bersandar di pintu tersebut. Ia merasakan tubuhnya begitu lelah dan gemetar saat merasakan getaran anjing-anjing mendobrak pintu tersebut. Ia merasa lemas dan sulit bernafas dalam ruangan gelap dan berdebu tersebut. Tubuhnya penuh dengan keringat dan membuatnya sulit untuk berpikir jalan keluar.

         Getaran dari dobrakkan anjing itu datang bertubi-tubi dari berbagai arah sehingga merusak kayu dari pintu dan dinding ruangan tersebut. Rasa nyeri dan perih dari tubuh Drio menyerang, membuat ia ingin berteriak tetapi tak sanggup. Ia hanya bisa menangis dan menunggu waktu kematiannya di depan mata.

         Ia mengingat semua hal yang terjadi pada hari ini. Ia mengingat sensasi tarikan ikan bandeng terbesar seumur hidupnya, dihajar hingga babak belur atas kesalahan yang tidak ia lakukan, dan bertemu orang asing yang memasak ikan bakar terenak seumur hidupnya. Ia tersenyum sambil tertawa dengan air mata yang mengalir. Hal ini membuat Drio sudah kehilangan akal sehatnya.

“ Aku benci untuk menjadi orang yang lemah.” Drio mengingat tragedi itu.

         Drio melihat sebuah tumpukan pipa besi dalam ruangan tersebut. Ia mengambilnya dan menggenggam erat-erat pipa besi tersebut. Ia dapat merasakan dinginnya pipa tersebut dan debu kasar yang masih menempel. Pada malam itu, ia memutuskan untuk melawan dan tidak lagi lari dari setiap masalah yang ada dalam hidupnya.

 Ia berdiri sambil membusungkan dadanya, menutup matanya dan menghirup nafas sedalam-dalamnya. Mungkin hari ini adalah nafas terakhirnya tetapi ia ingin mati tanpa ada penyesalan untuk mencoba. Ia tidak akan tahu hal apa yang terjadi jika melawan dan ia tidak akan pernah tahu apa yang terjadi di masa depan.

Bersambung …

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi kertas Kehidupan

Filosofi Mentalitas Sepeda Habibie

Tiga Jenis Filosofi Tanda Tanya